Laman

Minggu, 03 Oktober 2010

harry potter . bab 4 buku 7 !

Chapter 4
The Seven Potters
TUJUH ORANG POTTER


Harry berlari kembali ke kamarnya, melihat mobil keluarga Dursley melalui jendela kamarnya. Ia dapat melihat ujung topi Dedalus di antara kepala bibi Petunia dan Dudley di kursi belakang. Mobil itu berbelok ke kanan di ujung jalan Privet Drive, jendelanya memantulkan cahaya kemerahan dari matahari yang mulai terbenam, lalu mobil itu tak tampak lagi.

Harry mengambil sangkar Hedwig, Firebolt, dan ranselnya. Untuk terakhir kali ia melihat kamarnya yang, tidak seperti biasanya, terlihat rapi dan kembali ke ruang tamu dengan rasa enggan. Lalu ia meletakkan sangkar, sapu, dan tasnya di ujung tangga. Cahaya matahari di luar mulai menghilang membuat ruang tamu dipenuhi engan bayangan di bawah terangnya malam. Rasanya aneh berdiri di sana dalam diam dan tahu bahwa ia akan meninggalkan rumah itu untuk selamanya. Dulu, ia sangat menikmati saat ditinggal keluarga Dursley sendirian di rumah, suatu hal yang jarang terjadi. Mengenang saat mengambil sesuatu yang enak di kulkas dan menikmatinya sambil memainkan komputer Dudley, atau menonton televisi dan mengubah saluransesuka hati. Hal ini membuatnya merasakan suatu hal yang aneh saat ia mengingat saat-saat itu, seperti mengenang saudara yang sudah tiada.

"Tidak inginkah kau melihat tempat ini untuk terakhir kalinya?" tanya Harry pada Hedwig, yang masih menyembunyikan kepalanya di bawah sayap. "Kita tak akan pernah kembali ke sini lagi. Apakah kau tak ingin mengenang masa lalu? Maksudku, lihatlah keset itu. Dudley muntah di sana sesaat setelah aku menyelamatkannya dari Dementor, dan dia berterima kasih padaku, percayakah kau? Dan, musim panas lalu, Dumbledore datang kemari…"

Namun Harry tidak dapat mengingat kelanjutannya dan Hedwig tidak membantunya, ia tetap diam dengan kepala di bawah sayap. Harry berjalan di lorong.

"Dan di bawah sini, Hedwig," Harry membuka pintu ruang bawah tangga, "dulu aku tidur di sini! Kau belum bertemu denganku saat itu… Ya Tuhan, kecil sekali, aku tak ingat..."

Harry melihat setumpuk sepatu dan payung di sana, mengingat bagaimana dulu ia terbangun di pagi hari dan langsung melihat bagian dalam dari tangga, yang biasanya dihiasi oleh sarang laba-laba. Hari-hari di saat sebelum ia tahu siapa dirinya sebenarnya, sebelum ia benar-benar tahu bagaimana orang tuanya meninggal, atau sebelum ia mengerti mengapa banyak kejadian aneh terjadi di sekitarnya. Namun Harry masih bisa mengingat jelas mimpi yang selalu menghantuinya, bahkan hingga saat ini. Mimpi yang membingungkan tentang kilatan cahaya berwarna hijau, dan mimpi – yang membuat paman Vernon hampir menabrakkan mobilnya saat Harry bercerita – tentang sepeda motor terbang…

Tiba-tiba terdengar deru suara yang memekakkan telinga. Harry langsung mengangkat kepalanya dan membuatnya terantuk kusen pintu yang rendah. Ia menahan suara saat ia hampir memakai sumpah serapah yang biasa paman Vernon katakan. Ia berjalan sempoyongan ke arah dapur. Sambil memegangi kepalanya ia melihat melalui jendela ke arah halaman belakang.

Kegelapan sepertinya dapat bersuara, bahkan udara pun bergetar. Lalu, satu persatu sosok muncul. Terlihat Hagrid dengan helm dan kacamatanya, ia duduk di atas sepeda motor yang sangat besar, di sebelahnya tampak gandengan motor hitam berkilat. Diikuti oleh orang-orang yang turun dari sapu mereka, juga dua ekor kuda tengkorak berwarna hitam.

Harry membuka pintu belakang dan bergegas mendatangi mereka. Terdengar isakan Hermione yang langsung mengalungkan tangannya pada Harry, dan Ron menepuk punggungnya, dan Hagrid berkata, "Smua baik, Harry? Siap tuk brangkat?"

"Tentu saja," kata Harry, sambil melihat semua orang yang ada di sana. "Tapi aku tidak tahu akan begitu banyak orang yang akan datang!"

"Perubahan rencana," geram Mad-Eye, yang sedang memegangi dua buah kantung yang sangat besar, dan mata sihirnya berputar sangat cepat saat melihat langit gelap, rumah, lalu kebun. "Ayo masuk supaya aku bisa menjelaskannya padamu."

Harry mengajak mereka masuk ke dapur di mana mereka langsung mengobrol dan bercanda, duduk di kursi atau di atas meja masak bibi Petunia yang berkilau atau bersandar di lemari yang tanpa noda. Ron yang tinggi kurus. Hermione dengan rambut panjang dan tebalnya yang dijalin rapi. Fred dan George yang sama-sama nyengir. Bill dengan luka parut dan rambut panjangnya. Tuan Weasley yang botak dengan wajahnya yang ramah dan kacamatanya yang agak miring. Mad-Eye yang siap tempur dengan satu kaki dan mata sihir biru cerahnya yang tak berhenti berdesing. Tonks dengan rambut pendek berwarna merah muda. Lupin yang tampak lebih tua dan lebih kurus. Fleur yang cantik dan ramping dengan rambut panjangnya yang berwarna pirang keperakan. Kingsley yang hitam, botak, dan berbahu bidang. Hagrid dengan rambut dan janggutnya yang awut-awutan, berdiri membungkuk agar kepalanya tidak menyentuh langit-langit. Dan, Mundungus Fletcher yang kecil dan dekil, dengan matanya yang mengantuk dan rambutnya yang lepek. Jantung Harry berdetak kencang, ia merasa sangat senang saat melihat mereka semua. Bahkan Mundungus, yang ingin ia cekik saat terakhir kali
bertemu.

"Kingsley, aku kira kau menjaga Perdana Menteri Muggle?" tanya Harry.

"Ia akan baik-baik saja walau aku tinggal satu malam," kata Kingsley. "Kau yang lebih penting."

"Harry, coba tebak," kata Tonks yang duduk di atas mesin cuci, ia menunjukkan tangan kirinya, sebuah cincin berkilauan.

"Kalian sudah menikah?" jerit Harry, memelototi Tonks dan Lupin. "Sayang sekali kau tidak bisa hadir, Harry."

"Luar biasa! Sela…"

"Baiklah, kita akan punya waktu untuk mengobrol nanti!" teriak Moody di antara keriuhan, dan langsung membuat semua terdiam. Moody menjatuhkan dua kantung besar yang dibawanya dan berbicara pada Harry. "Seperti yang telah Dedalus katakan padamu, kami tidak memakai rencana A. Pius Thicknesse bereaksi berlebihan dan memberi kita masalah besar. Dia telah memberi izin khusus untuk menyambungkan rumah ini ke jaringan Floo, menggunakan Portkey, bahkan untuk ber-Apparate. Dan semua itu ditujukan untuk menjagamu untuk mencegah Kau-Tahu-Siapa untuk mendapatkanmu. Yang tentu saja, tidak ada gunanya karena masih ada perlindungan yang telah ibumu buat. Yang telah dia lakukan hanya mencegahmu keluar dari sini hidup-hidup. "Masalah kedua adalah, kau masih di bawah umur. Berarti kau masih dilacak."

"Aku tidak…"

"Pelacak!" kata Mad-Eye tidak sabar. "Mantra yang dapat mendeteksi kegiatan sihir di sekitar anak yang berusia di bawah tujuh belas tahun! Bila kau, atau siapa pun yang ada di dekatmu mengeluarkan mantra, Thicknesse akan tahu dan begitu pula para Pelahap Maut."

"Kita tidak dapat menunggu sampai Pelacak itu hilang, karena begitu kau berusia tujuh belas tahun, kau akan kehilangan perlindungan dari ibumu. Pendek kata, Pius Thicknesse telah berhasil memojokkan kita."

Harry sependapat walaupun ia tidak tahu siapa Thicknesse itu. "Jadi, apa yang akan kita lakukan?"

"Kita akan menggunakan satu-satunya alat transportasi yang tersisa. Yang tidak akan meninggalkan Jejak. Karena kita tidak perlu mengeluarkan mantra untuk menggunakannya. Sapu, Thestral, dan sepeda motor Hagrid."

Harry dapat melihat cacat dalam rencana ini, tapi ia tetap diam dan membiarkan Mad-Eye untuk melanjutkan.

"Perlindungan dari ibumu akan hilang karena dua hal, yaitu saat kau berumur tujuh belas, atau…" Moody berputar di tengah dapur yang sangat bersih, "kau tak lagi menganggap tempat ini sebagai rumah. Kau dan paman bibimu berpisah malam ini, yang artinya kalian tidak akan tinggal bersama lagi, kan?"

Harry mengangguk.

"Jadi, saat kau meninggalkan rumah ini, kau tidak akan kembali, dan perlindungan itu akan hilang saat kau keluar dari daerah ini. Pilihan kita saat ini adalah menghilangkan perlindungan itu lebih awal, atau membiarkan Kau-Tahu-Siapa datang dan langsung menangkapmu saat kau berusia tujuh belas."

"Untung saja Kau-Tahu-Siapa tidak tahu kalau kita akan melakukannya malam ini. Kita akan membuat jejak palsu untuk Kementrian, karena mereka pikir kau tidak akan pergi sebelum tanggal tiga puluh. Tapi, karena kita sedang berhadapan dengan Kau-Tahu-Siapa, kita tidak tahu apakah dia akan termakan rencana tanggal tiga puluh. Dia memerintahkan Pelahap Maut untuk berpatroli di atas daerah ini, untuk berjaga-jaga. Jadi, kami telah memberi banyak perlindungan pada selusin rumah. Dan semuanya dapat menjadi tempat perlindunganmu. Dan semuanya juga adalah milik anggota Orde: rumahku, rumah Kingsley, rumah bibi Molly, Muriel… – kau mengerti?"

"Ya," kata Harry, tak sepenuhnya jujur, karena ia hanya mengerti sedikit dari rencana yang telah dijelaskan tadi.

"Kau akan ke rumah orang tua Tonks. Saat kau sudah berada dalam perlindungan yang kami buat, kau dapat menggunakan Portkey ke the Burrow. Ada pertanyaan?"

"Er… ada," kata Harry. "Sepertinya mereka akan tahu ke mana kita akan pergi, kan jelas sekali kalau ada," Harry langsung menghitung cepat, "empat belas orang yang terbang bersamaan ke rumah orang tua Tonks."

"Ah," kata Moody, "aku lupa menjelaskan rencana utamanya. tentu, tidak semuanya akan pergi ke rumah orang tua Tonks. Akan ada tujuh orang Harry Potter yang ditemani seorang pengawal yang akan terbang ke tujuh tempat perlindungan yang berbeda."

Moody mengeluarkan botol dari dalam jubahnya yang berisi sesuatu yang nampak seperti lumpur. Dan tidak perlu lagi menjelaskan, karena Harry langsung mengerti keseluruhan rencana itu.

"Tidak!" teriak Harry, suaranya bergema di dapur. "Tidak akan!"

"Sudah kukira akan begini," kata Hermione penuh rasa puas.

"Kau kira aku akan membiarkan enam orang membahayakan hidup mereka!"

"Kau pikir ini yang pertama kalinya…" kata Ron.

"Tapi ini berbeda, saat kalian berpura-pura menjadi aku…"

"Yah, sebenarnya kami tidak ingin, Harry," kata Fred bersungguh-sungguh. "Bayangkan bila terjadi sesuatu dan kami akan terperangkap dalam tubuh dan wajahmu dengan bekas
luka itu untuk selamanya."

Harry bahkan tidak tersenyum.

"Kalian tidak akan melakukannya bila aku tidak bekerja sama, kalian butuh rambutku."

"Wah, tampaknya rencana kami berantakan," kata George. "Jelas tidak mungkin mendapatkan rambutmu bila kau tidak mau bekerja sama."

"Tiga belas lawan satu, yang bahkan belum diizinkan menggunakan sihir. Kami pasti gagal," kata Fred. "Lucu," kata Harry sebal. "Benar-benar lucu."

"Bila kami harus memaksamu, maka itulah yang akan kami lakukan," kata Moody geram, mata sihirnya berdesing saat akhirnya memandangi Harry. "Tiap orang yang ada di sini sudah cukup umur, Potter, dan mereka siap dengan resiko yang mereka hadapi."

Mundungus mengangkat bahu dan menampakkan wajah tidak senang. Mata sihir Mad-Eye berputar dan memandangi Mundungus menembus kepala Moody.

"Cukup untuk berdebat. Waktu kita tidak banyak. Aku minta beberapa helai rambutmu, sekarang!"

"Tapi ini gila, tidak perlu…"

"Tidak perlu!" hardik Moody. "Dengan Kau-Tahu-Siapa di luar sana dan separuh Kementrian mendukungnya? Potter, kita beruntung bila dia menelan mentah-mentah rencana palsu pada tanggal tiga puluh. Tapi, dia menyuruh para Pelahap Maut untuk berjaga-jaga, dan ini yang kita lakukan. Mereka tidak akan bisa kemari karena perlindungan ibumu, tapi begitu kau pergi nanti, perlindungan itu akan langsung hilang. Satu-satunya kesempatan yang kita miliki adalah bila kita mengalihkan perhatian mereka.
Karena tidak mungkin, bahkan Kau-Tahu-Siapa, dapat membagi dirinya menjadi tujuh."

Harry bertatapan sesaat dengan Hermione yang langsung membuang muka.

"Sekarang!" bentak Moody.

Semua mata tertuju pada Harry saat ia mencabut beberapa helai rambutnya dengan enggan. "Bagus," kata Moody, berjalan timpang sambil membuka tutup botol ramuan itu. "Langsung masukkan ke sini."

Harry menjatuhkan rambutnya ke dalam ramuan yang nampak seperti lumpur itu. Sesaat kemudian, ramuan menggelegak dan berasap. Dan langsung berubah menjadi cairan bening berwarna keemasan.

"Wah, kau kelihatan lebih enak daripada ramuan Crabbe dan Goyle, Harry," kata Hermione, sebelum melihat Ron yang mengangkat alisnya. "Kau tahu sendiri kan –ramuan Goyle tampak seperti ingus."

"Baiklah, para Potter palsu, ayo antre di sebelah sini," kata Moody. Ron, Hermione, Fred, George, dan Fleur langsung berjajar di depan wastafel bibi Petunia yang berkilauan. "Kurang satu," kata Lupin.

"Ini," kata Hagrid sambil menjumput kerah baju Mundungus kasar, dan menjatuhkannya di sebelah Fleur yang langsung mengernyitkan hidungnya dan maju ke barisan selanjutnya. Berdiri di antara Fred dan George.

"Dah kubilang, mending aku jadi pengawal," kata Mundungus.

"Diam," geram Moody. "Dasar kau cacing tak berguna, para Pelahap Maut tidak akan membunuh Potter, mereka hanya akan menangkapnya. Dumbledore selalu berkata bahwa
Kau-Tahu-Siapa akan menghabisi Potter dengan tangannya sendiri. Para Pelahap Maut akan berusaha membunuh para pengawal."

Mundungus tampak tidak yakin dan Moddy langsung mengeluarkan setengah lusin gelas yang langsung diisinya dengan ramuan dan menyodorkannya ke para Potter palsu. "Bersama-sama…"

Ron, Hermione, Fred, George, Fleur, dan Mundungus meminumnya bersamaan. Mereka langsung merasa mual saat ramuan itu menyentuh tenggorokan mereka. Lalu, tampak tubuh mereka mulai meleleh seperti lilin panas. Hermione dan Mundungus menjadi lebih tinggi. Ron, Fred, dan George mengecil dan rambut mereka menjadi lebih gelap. Tengkorak Hermione dan Fleur berubah bentuk.

Moody langsung berjongkok dan melonggarkan ikatan kantung yang tadi ia bawa. Saat ia berdiri sudah ada enam orang Harry Potter yang terengah-engah di depannya. Fred dan George langsung berdiri berhadapan dan bersamaan mereka berkata, "Wah, kita mirip!"

"Entahlah, tapi sepertinya aku tetap lebih tampan," kata Fred sambil berkaca di ketel.

"Bah," kata Fleur yang sedang berkaca di kaca microwave, "Bill, jangan li'at aku. Aku tampak mengerikan."

"Yang pakaiannya kebesaran, aku membawa pakaian yang lebih kecil di sini," kata Moody sambil menunjuk salah satu kantung, "dan begitu pula sebaliknya. Dan jangan lupa kacamata kalian. Setelah kalian selesai, ambil barang masing-masing di kantung yang lain."

Harry yang asli saat ini sedang melihat hal paling aneh yang pernah ia lihat. Ia melihat keenam tiruannya berdesakan di sekitar kantung, mengambil baju, kacamata, dan barang-barang lain. Harry sebal saat mereka langsung berganti baju begitu saja dengan tubuhnya, merasa privasinya dilanggar.

"Aku tahu Ginny berbohong tentang tato itu," kata Ron sambil memandangi dadanya yang telanjang.

"Harry, penglihatamu jelek sekali," kata Hermione sambil memakai kacamatanya.

Setelah mereka berganti pakaian, Harry palsu mengambil ransel dan sangkar burung hantu yang berisi boneka burung hantu salju dari kantung kedua.

"Bagus," kata Moddy saat melihat tujuh orang Harry yang berkacamata dan telah siap berangkat. "Kita akan pergi berpasangan. Mundungus bersamaku naik sapu…" "K'napa aku bareng kamu?" kata Harry yang di dekat pintu.

"Karena kau memang harus diawasi," kata Moody, dan mata sihirnya memang terus memandang ke arah Mundungus. "Arthur dan Fred…"

"Aku George," kata Harry yang Moody tunjuk. "Apa kalian masih tidak bisa membedakan kami?"

"Maaf, George…"

"Aku bercanda, aku Fred…"

"Cukup bercandanya!" bentak Moody. "Pokoknya, salah satu dari kalian bersama Arthur, dan yang lainnya bersama Remus. Nona Delacour…"

"Aku bersama Fleur naik Thestral," kata Bill. "Dia tidak begitu mahir di atas sapu."

Fleur berdiri di samping Bill sambil memandanginya penuh rasa kagum dan patuh. Dan Harry yakin bahwa raut muka itu tidak pernah muncul di wajahnya.

"Nona Granger bersama Kingsley naik Thestral…" Hermione tampak tenang saat membalas senyum Kingsley, karena ia pun tidak begitu mahir di atas sapu. "Berarti tinggal kau dan aku, Ron," kata Tonks riang yang kemudian menyenggol sebuah mug saat melambaikan tangannya. Ron tampak tidak sesenang Hermione.

"Dan kau bersamaku, Harry. Tak apa, 'kan?" kata Hagrid, terlihat sedikit khawatir. "Kita naik motor. Kau tau kan, sapu dan Thestral tidak dapat tahan berat badanku. Nanti kau akan duduk di gandengannya."

"Bagus," kata Harry tak sepenuhnya jujur.

“Kami pikir Pelahap Maut akan mengira kau akan naik sapu,” kata Moody yang sepertinya tahu apa yang sedang Harry pikirkan. “Snape punya banyak waktu untuk menceritakan segala hal tentangmu di depan Pelahap Maut. Dan mungkin saja para Pelahap Maut akan mengejar Harry yang memang ahli dan terbiasa di atas sapu. Baiklah,” kata Moody yang langsung memimpin mereka keluar. Tiga menit lagi kita berangkat. Ayo…”

Harry bergegas ke tangga mengambil ransel, Firebolt, dan sangkar Hedwig, lalu bergabung dengan yang lain di halaman belakang. Semua sudah siap di samping sapu. Hermione sedang dibantu Kingsley untuk menaiki Thestral, dan Fleur dan Bill sudah siap di atas Thestral yang lain. Hagrid berdiri di samping sepeda motor dengan helm dan kacamata terpasang.

“Apakah… apakah ini sepeda motor Sirius?”

“Benar,” kata Hagrid, menatap Harry. “Dan trakhir kali kau di sana, aku bisa menggendongmu dengan hanya satu tangan!”

Harry merasa malu saat duduk di gandengan motor. Membuatnya berpuluh-puluh senti lebih pendek dari yang lain, bahkan Ron menyeringai saat melihatnya, seperti melihat anak kecil yang sedang duduk di bom-bom-car. Harry memaksa meletakkan ransel dan sapunya di bawah tempat duduknya dan menaruh sangkar Hedwig di antara lututnya. Benar-benar tidak nyaman.

“Arthur menyihirnya sdikit,” kata Hagrid yang menyadari ketidaknyamanan Harry. Hagrid sendiri langsung menduduki sepeda motor yang langsung melesak ke tanah sedalam beberapa senti. “Aku tambahi beberapa hal di setangnya. Ideku sendiri.” Hagrid menunjuk sebuah tombol ungu dekat speedometer.

“Hati-hati, Hagrid,” kata tuan Weasley yang berdiri di sebelah sepeda motor sambil memegang sapunya. “Aku tidak tahu apa akan baik-baik saja nantinya, dan gunakan hanya saat mendesak.”

“Baiklah,” kata Moody. “Semua bersiap-siap. Aku ingin kita berangkat pada waktu yang bersamaan atau rencana kita akan gagal.”

Semua menaiki sapu masing-masing.

“Pegangan, Ron,” kata Tonks, dan Harry melihat Ron yang secara sembunyi-sembunyi melihat Lupin dengan pandangan penuh rasa bersalah karena telah berani melingkarkan tangannya pada pinggang Tonks. Hagrid menstater sepeda motor yang langsung meraung seperti naga dan gandengannya mulai bergetar.

“Semoga beruntung,” teriak Moody. “Kita akan bertemu satu jam lagi di the Burrow. Dalam hitungan ketiga. Satu… dua… TIGA.” Sepeda motor itu meraung hebat dan Harry merasa gandengannya menghentak mengejutkan. Harry menembus udara dengan cepat, matanya mulai berair, rambutnya berkibar. Di sekitarnya pun terlihat sapu yang melesat naik, juga kibasan ekor Thestral. Kakinya terasa sakit dan mulai kebas karena berdesakan dengan sangkar Hedwig dan ransel. Rasa tidak nyaman yang luar biasa bahkan membuatnya lupa untuk melihat sekilas rumah nomor empat, Privet Drive, untuk terakhir kalinya. Saat ia menoleh ke bawah, ia sudah tak bisa mengenalinya. Harry terbang semakin tinggi dan semakin tinggi.Tiba-tiba ia dikelilingi oleh minimal tiga puluh orang bertudung, melayang di udara. Mereka membentuk formasi mengelilingi anggota Orde yang ada. Teriakan dan kilatan sinar hijau di mana-mana.

Hagrid berteriak dan membuat sepeda motornya berjungkir bailk. Sejenak Harry kehilangan kendali, kebingungan, melihat cahayalampu jalanan ada di atas kepalanya, mendengar teriakan-teriakan, dan ia berpegangan erat agar tidak jatuh. Sangkar Hedwig, Firebolt, dan ranselnya mulai menggelincir dari kedua lututnya.

“Tidak – HEDWIG!”

Sapunya jatuh terjungkal, namun ia berhasil meraih pegangan ransel dan sangkar burung hantu di saat-saat terakhir, dan akhirnya sepeda motor itu kembali ke posisi semula. Lalu,
kilatan sinar hijau lain. Hedwig mencicit dan terguling begitu saja ke dasar sangkar. “Tidak – TIDAK!”

Sepeda motor itu melaju lebih cepat. Harry sempat melihat sekilas seorang Pelahap Maut mencoba menghalangi saat Hagrid mempercepat laju sepeda motornya. “Hedwig – Hedwig!”

Tapi burung hantu itu tidak bergerak, diam saja seperti boneka di dasar sangkar. Ia tak percaya dan mulai mengkhawatirkan nasib yang lain. Ia menoleh dan melihat ada banyak
orang, kilatan-kilatan sinar hijau, dan dua pasang orang pergi menjauh di atas sapu mereka, tapi Harry tidak tahu siapa itu.

“Hagrid, kita harus kembali! Kita harus kembali!” ia berteriak mencoba menandingi berisiknya suara mesin, mempersiapkan tongkatnya, meletakkan sangkar Hedwig di bawah kakinya dan tetap tidak percaya bahwa Hedwig telah mati. “Hagrid, KEMBALI!” “Tugasku adalah membawamu pergi, Harry!” teriak Hagrid. “Berhenti – BERHENTI!” teriak Harry. Dan dua kilatan sinar hijau baru saja melesat di sebelah telinga kiri Harry.

Empat Pelahap Maut terbang mengikuti mereka. Mencoba menyerang Hagrid. Hagrid mengelak tapi mereka terus mengejar. Semakin banyak kutukan yang diluncurkan ke arah
mereka. Dan Harry harus meringkuk dalam-dalam di gandengan untuk menghindarinya. Ia mengangkat tongkatnya dan berteriak, “Stupefy!” dan kilatan sinar merah melesat dari
tongkatnya dan membuat jarak antara empat Pelahap Maut yang mencoba untuk menghindar.

“Tunggu, Harry, akan kucoba yang ini!” teriak Hagrid, dan Harry melihat Hagrid menekan tombol hijau di dekat pengukur bahan bakar. Sebuah dinding batu bata yang padat muncul dari knalpot. Sambil menjulurkan leher, Harry melihat dinding itu membesar. Tiga Pelahap Maut berhasil menghindar namun satu tidak. Salah satu yang hilang dari pandangan jatuh begitu saja saat sapunya hancur. Satu di antaranya mencoba menyelamatkannya. Tapi keduanya hilang dari di kegelapan saat Hagrid mempercepat laju sepeda motornya.

Lebih banyak lagi kutukan yang melesat di atas kepala Harry yang berasal dari tongkat dua Pelahap Maut yang tersisa. Mereka masih mencoba menyerang Hagrid. Harry melawan dengan Mantra Bius. Kilatan cahaya merah dan hijau melesat di udara seperti
kembang api. Dan para Muggle di bawah sana tidak tahu apa yang terjadi.

“Kita coba yang lain, Harry, pegangan!” teriak Hagrid yang langsung menekan tombol kedua. Kali ini muncul sebuah jaring yang sangat besar dari knalpot. Tapi para Pelahap Maut sudah siap dan berhasil menghindar. Bahkan datang seorang lagi yang tiba-tiba muncul dari kegelapan. Kini ada tiga Pelahap Maut yang mengejar mereka dan terus menerus melemparkan kutukan ke arah mereka.

“Siap-siap, Harry, pegangan yang kuat!” teriak Hagrid, dan Harry melihat Hagrid menekan tombol ungu di sebelah speedometer.

Dengan suara raungan yang sangat keras, semburan api naga berwarna putih biru keluar dari knalpot, dan sepeda motor itu langsung melesat secepat peluru dengan suara getaran logam. Harry melihat para Pelahap Maut mencoba menghindari semburan api yang mematikan itu. Pada saat yang sama, terasa gandengan motor mulai bergetar kencang. Sambungannya mulai mengendur bersamaan dengan bertambahnya kecepatan sepeda motor.

“Tak apa, Harry!” teriak Hagrid yang membungkuk dalam-dalam. Tidak seorang pun yang mengejar mereka. Dan gandengan itu perlahan mulai terlepas.

“Kuusahakan, Harry, jangan khawatir!” teriak Hagrid sambil mengeluarkan payung merah jambu dari saku mantelnya.

“Hagrid! Jangan! Aku saja!”

“REPARO!”

Terdengar letusan yang memekakan telinga dan gandengan motor itu benar-benar lepas. Gandengan motor itu langsung jatuh dari ketinggian. Di tengah keputusasaannya, Harry mengarahkan tongkatnya pada gandengan motor dan berteriak “Wingardium leviosa!”

Gandengan motor itu mulai melayang walaupun tidak banyak bergerak, paling tidak ia masih melayang. Tiba-tiba terdengar kutukan-kutukan yang dilesatkan. Tiga Pelahap Maut tadi berhasil mengejarnya.

“Aku datang, Harry!” teriak Hagrid dari kegelapan, tapi Harry bisa merasakan kalau sisi motor mulai kehilangan keseimbangan lagi. Meringkuk sedalam yang ia bisa, ia mengarahkan tongkatnya pada seseorang yang sedang menuju ke arahnya dan berteriak, “Impedimenta!”

Mantra itu tepat mengenai dada Pelahap Maut. Untuk sesaat Pelahap Maut itu berhenti mendadak seakan ada penghalang yang tidak nampak baru saja menabraknya, dan nyaris saja Pelahap Maut lain menabraknya.

Lalu gandengan motor itu mulai jatuh dan satu Pelahap Maut yang tersisa menembakkan
kutukan pada Harry dari jarak yang begitu dekat sehingga ia harus menunduk dan masuk
ke dalam gandengan dan membuat giginya patah karena terantuk pinggiran tempat duduk.

“Aku datang, Harry, aku datang!” teriak Hagrid. Sebuah tangan besar mengangkat bagian
belakang jubah Harry dan menariknya keluar dari gandengan motor. Harry berhasil membawa ranselnya saat akhirnya didudukkan di kursi sepeda motor, dan ia sadar bahwa
ia sedang beradu punggung dengan Hagrid.

Saat mereka melesat menjauh meninggalkan dua Pelahap Maut, Harry meludahkan darah yang membanjiri mulutnya, mengarahkan tongkatnya pada gandengan motor yang jatuh dan berteriak, “Confringo!”

Rasanya sungguh menakutkan dan seakan perutnya terpilin saat melihat Hedwig ikut meledak di dalamnya. Dua Pelahap Maut yang tersisa terlempar jatuh dari sapunya. “Harry, maaf, maaf!” erang Hagrid, “tak seharusnya aku mencoba membetulkannya, kau
tidak…”

“Tidak apa-apa. Tetaplah terbang,” balas Harry. Lalu dari kegelapan muncul dua Pelahap
Maut lain yang berhasil mengejar mereka.

Kutukan mulai mengarah lagi pada mereka, Hagrid mencoba mengelak dan melakukan gerakan zigza. Harry tahu bahwa Hagrid tidak akan mencoba untuk menekan tombol api naga itu lagi. Apalagi saat ini Harry duduk di tempat yang tidak aman. Harry melepaskan
Mantra Bius ke arah para pengejar mereka, walaupun gagal. Lalu ia melemparkan Matra Penghalang. Salah satu dari Pelahap Maut itu menghindar dan membuat tudungnya terbuka, dan saat cahaya merah dari Mantra Bius melesat di sebelah wajahnya, tampak
Stan Shunpike menatap kosong.

“Expelliarmus!” teriak Harry.

“Itu! Itu dia, itu yang asli!”

Teriakan Pelahap Maut itu terdengar oleh Harry walaupun dalam deru suara mesin sepeda motor. Tiba-tiba kedua pengejarnya mundur dan menghilang.

“Harry, ada apa?” teriak Hagrid. “Ke mana mereka pergi?”

“Entahlah!”

Tapi Harry ketakutan. Pelahap Maut itu berkata, “Itu dia, itu yang asli!” Tapi bagaimana mereka tahu? Ia memandangi kegelapan kosong dan merasakan ada hal yang aneh. Ke mana mereka pergi?

Harry berputar dan menghadap ke depan agar ia bisa memegang jaket Hagrid. “Hagrid, tekan tombol api naga itu lagi, kita harus cepat pergi dari sini!”

“Pegangan yang erat, Harry!”

Lalu terdengar suara deruman yang memekakkan telinga lagi, dan terlihat semburan api putih biru keluar dari knalpot. Harry merasa ia mulai merosot dari tempat duduknya. Lalu
Hagrid memeganginya dengan satu tangan, sementara tangan yang lain berusaha mengendalikan stang motor.

“Rasanya kita telah meninggalkan mereka, Harry! Kita berhasil!” teriak Hagrid.

Tapi Harry tidak seyakin itu. Ia merasa ketakutan bila tiba-tiba mereka kembali terkejar. Mengapa mereka mundur? Salah satu dari mereka masih memegang tongkat… itu yang asli… mereka mengatakannya saat ia menyerang Stan dengan Mantra Pelucutan Senjata…

“Kita hampir sampai, Harry!” teriak Hagrid.

Harry dapat merasakan kecepatan sepeda motor berkurang. Walau lampu-lampu di bawah masih tampak seperti bintang.

Tiba-tiba bekas lukanya terasa terbakar, saat seorang Pelahap Maut muncul di samping sepeda motornya. Dua Kutukan Kematian lewat hanya berjarak beberapa milimeter dari
Harry, dan arahnya datang dari belakang. Lalu Harry melihatnya. Voldemort terbang seperti asap di atas angin, tanpa sapu atau Thestral. Wajahnya yang seperti ular bercahaya di tengah kegelapan. Dan jari-jarinya yang putih, mengangkat tongkat lagi.

Hagrid memberanikan diri untuk membawa sepeda motornya terjun vertikal.

Berpegangan erat pada jaket Hagrid, Harry mulai menembakkan Mantra Bius ke segala arah. Ia melihat tubuh seseorang terbang jatuh melewatinya dan ia tahu mantranya telah mengenai sseorang. Namun terdengar suara ledakan dan terlihat percikan api dari mesin. Sepeda motor itu jatuh berputar di udara, benar-benar lepas kendali.

Kilatan sinar hijau ditembakkan lagi ke arah mereka. Harry tidak tahu bagaimana keadaan mereka, lukanya masih terasa terbakar. Rasanya ia ingin mati seketika. Seseorang bertudung di atas sapu hanya berjarak beberapa meter darinya dan mulai mengangkat tangannya.

“Tidak!”

Tiba-tiba Hagrid meninggalkan sepeda motor dan meloncat ke arah Pelahap Maut. Lalu Harry melihat mereka berdua jatuh dan menghilang dari pandangan. Berat tubuh mereka
tidak mampu ditahan oleh sapu itu.

Lutut Harry menjepit dudukan sepeda motor, berusaha agar tidak melepasnya. Dan Harry mendengar Voldemort berteriak “Milikku!”

Namun kini ia tidak lagi bisa melihat atau mendengar Voldemort. Tapi kini ia melihat seorang Pelahap Maut lain mendekat dan terdengar “Avada…”

Rasa sakit di keningnya membuat Harry menutup matanya, tongkatnya bergerak sesuai keinginannya sendiri. Ia merasa tangannya ditarik oleh sebuah magnet yang sangat kuat, dan terlihat pancaran api keemasan. Kemudian terdengar suara retakan dan teriakan kemarahan. Para Pelahap Maut yang tersisa berteriak, tapi Voldemort menjerit “Tidak!” Tiba-tiba Harry melihat tombol api naga tepat di bawah hidungnya. Ia menekannya dan sepeda motor itu menyemburkan lebih banyak api ke udara dan meluncur langsung ke tanah.

“Hagrid!” panggil Harry, mencoba untuk tetap berpegangan pada sepeda motor itu.

“Hagrid – accio Hagrid!”

Sepeda motor itu melaju langsung menuju tanah. Sambil memegangi setang sepeda motor, Harry hanya bisa melihat lampu-lampu yang mendekat. Ia akan menabrak dan ia tidak bisa melakukan apa-apa. Di kejauhan terdengar teriakan…

“Tongkatmu, Selwyn, berikan tongkatmu!”

Ia dapat merasakan Voldemort sebelum ia melihatnya. Saat menoleh, ia melihat ke dalam mata merahnya dan merasa yakin itulah yang akan terakhir di lihatnya. Voldemort akan segera membunuhnya.

Namun Voldemort menghilang. Harry melihat ke bawah dan melihat Hagrid yang terjatuh tergeletak di tanah. Ia berusaha untuk mengendalikan setang sepeda motor itu agar tidak menabrak Hagrid. Lalu ia mencoba untuk menggengam rem sebelum akhirnya
ia menabrak sebuah kolam berlumpur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar